Kamis, 17 April 2008

Cerita Si "LANTING"

by Mas ezra

"...dari bahan dan harganya, juga bentuknya si lanting ini juga biasa. Tidak ada yang istimewa buat saya. hanya terbuat dari parutan singkong, atau tapioka, di bumbui dengan bawang di bentuk sedemikian rupa, di goreng, lalu..."

Kisah ini Saya tulis pada awalnya dari sepintas kutipan pembicaraan antaran seorang Bos dengan Seorang karywannya di sebuah WARNET (Warung Internet)di daerah tempat tinggal Saya.

Malam itu secara tidak sengaja Saya terlibat ditengah pembicaraan antara Bos dengan Karyawannya itu, meskipun hanya sebagai pendengar yang numpang lewat saja. Dikarenakan kepentingan Saya saat yang bersamaan cuma harus membayar bil komputer yang telah Saya gunakan beberpa menit, sekaligus mengambil berkas dari sekian lembar materi yang telah Saya kumpulkan dan Saya cetak.

Sambil menunggu uang kembalian dari mbak kasir pada saat itu, Saya secara tidak sengaja mengamati keadaan sekitar termasuk kearah sang bos pemilik warnet yang tengah asik ngobrol sambil makan cemilan sendirian dalam sebuah kantong plastik berukuran 1 kg.

Dalam obrolan itu sang Bos dengan santainya menanyakan perihal cemilan yang ia sendiri tengah memakannya sudah separuh dari ujung batas plastik pembungkusnya.

"Nama makanan ini sebenernya apa sih, Peng?", tanya sang bos kepada mas Pepeng karyawannya.

"Ya Lanting". jawabnya singkat sambil sibuk mengisi selembar kertas yang sempat saya lirik ternyata sebuah nota pembelian Voucher Hp yang ada didepannya.
"Kenapa sih ko namanya Lanting?", tanyanya seakan tidak merasa puas mendapat jawaban puas dari karyawannya.
"Iya kaya anting-antingkali". jawab pepeng dengan lugunya.
Melihat dan mendengar ulah ke 2 orang tersebut, Saya tersenyum sambil bergegas keluar meninggalkan mereka yang sedang asyik membahas sebuah cemilan yang kita kutip namanya "lanting".

Sambil melangkah pulang menuju rumah kost yang saya tinggali di seberang jalan dari warnet yang sering saya kunjungi tersebut. Ingin sekali saya terlibat dalam topik yang baru saja saya temui itu, tapi saya sadar kalo saya hanya berperan sebagai pelanggan yang kebetulan mampir dan lagi mungkin pembahasan soal lanting tadi adalah pembahasan yang mungkin hal biasa. "Biasa tapi membuat saya ingin ikut angkat bicara, tidak penting tapi cukup menggelikan buat saya".

Saya memang orang desa, yang tidak merasa asing mendengar nama sebuah cemilan "lanting", makanan ringan yang sering saya temui di desa atau daerah kampung tempat saya berasal.

Saya sering menemukan pedagang lanting yang membawa barang dagangannya pagi hari ke pasar, atau di pasar saya sering melihat ratusan bal lanting-lanting di turunkan dari sebuah truk pengangkutnya untuk diantar ke toko makanan ringan yanga da dipasar tersebut, sampai saya juga pernah mencicipi cemilan tersebut saat ada tetangga atau saudara yang memiliki acara tertentu.

Bagi orang desa makanan lanting adalah sebuah makanan biasa yang mungkin saya sendiri bosan, karena sebuah lanting kalo saya nilai tidak ada istimewanya sama sekali jika di banding dengan makanan sejenis seperti keripik keju, kacang mete, emping, crispy atau jenis cemilan lain.

Tapi lanting itu sendiri seakan menjadi nyamikan (suguhan ringan) ketika ada event. bahkan lanting hampir tidak pernah absen di tengah orang-orang yang sedang terlibat obrolan di desa saya, entah itu pemuda nongkrong, ronda malam, atau obrolan kecil sambil nonton TV.

Saya tidak tau persis apa sebab awalnya, kenapa lanting ini menjadi sangat populer di kalangan masyarakat daerah, karena seolah-olah si lanting ini otomatis hadir ketika ada suguhan lain di sodorkan di tengah tamu yang berkunjung di sebuah keluarga.

Jika melihat dari bahan dan harganya, juga bentuknya si lanting ini juga biasa. Tidak ada yang istimewa buat saya. hanya terbuat dari parutan singkong, atau tapioka, di bumbui dengan bawang di bentuk sedemikian rupa, di goreng, lalu setelah matang baru di taburi garam atau gula halus sesuai dengan selera mau asin atau manis. Unutuk selanjutnay di kemas dalam sebuah kantong plastik atau toples...tidak istimewakan!?

Cuman yang sedikit janggal buat saya pada bentuk si lanting yang itu-itu saja, di semua daerah termasuk di jakarta saya sempat menemukan lanting di sebuah supermarket. ya bentuknya sama seperti yang saya temukan di kampung saya. Mungil...kalo tidak bentuknya seperti angka delapan ya olingkaran, walau kadang agak lonjong. Karena entah itu d kampung atau di kota atau di manapun juga lanting di buat tetap tidak boleh tidak tanpa sentuhan tangan pembuatnya.

Dan lanting di era sekarang nampaknya juga kritis terhadap beragam kalangan tempatnya di jual. Ketika lanting itu d jual di desa mungkin lebih membawa khas rasa bawangnya yang gurih, jika lanting itu d jual di pegunungan biasanya mengutamakan rasa pedas, tentu saja sebagai penghangat obrolan di udara yang dingin, atau rasa keju yang manis serta tidak kalah gurih sekarang ini mulai marak juga di gemari, terlebih jika lanting itu akan di jual di kota.

Seperti perkembangan Fashion saja...si lanting ini juga tampaknya tidak mau ketinggalan dia tidak mau di bilang kampungan terus biar "biar lanting, tapi rasanya juga keju!", kata si pembuat. Meski berasal dari daerah kecil di desa-desa terpencil tapi lanting ini juga ingin tetap jadi cemilan beergengsi di antara cemilan yang beredar di kota. Ibarat seorang artis daerah yang ingin jadi terkenal di atas persaingan pangung-pangung ibukota.

"Sungguh membutuhkan kreatifitas, untuk mengemasnya menjadi sedemikian rupa pastinya...?!"

Meski hal ini jelas benar akan membuat lanting mungkin jadi lupa diri dari mana dia berasal sebelum tenar, membuat dia mungkin akan lupa siapa dirinya jika dia berhasil meraih obsesinya itu. Semoga tidak...! (Jakarta,17 april 2008, 12.49 pm)

Tidak ada komentar: