Selasa, 13 Mei 2008

BUAT KAMU

by Rharha

maukah kamu memandangku sekali lagi
HARI ini hanya sekali lagi
aku selalu terjaga
tapi binar redup itu membuatku mengantuk

bolehkah aku menyentuhmu sekali lagi
HARI ini hanya sekali ini
aku selalu gelisah
tapi genggamanmu akan membuatku nyaman..

bisakah aku mendengar kicaumu
sekali lagi malam ini hanya buat kali ini
jiwa ini membeku
tapi tawamu akan membuatku hangat..
tak dapatkah kamu mencintaiku HARI ini..???

hanya untuk HARI ini
sebab esok hari adalah mimpi buruk
dan aku masih sendiri..

TEMAN...
siapapun dirimu..
TUNJUKKANLAH JIWA DAN JASAD MU YANG MASIH BERNYAWA..
TUNJUKKAN KALO KAMU SELALU ADA..
BUATKU..
TUK HARI INI DAN SELAMANYA..

written by Masezra untuk Dinda

Sabtu, 10 Mei 2008

Airmata

By Rharha Agustine


"...ragu menuju rumahnya, penuh pertanyaan dalam hatinya Karena kenapa harus pak lurah yang menjemputnya dan kenapa pak lurah terus berkata kamu harus sabar menerima semua ini, kamu harus tegar dan bapak janji semua pendidikan sekolahmu bapak akan biayayi. Sebaikah itu kah pak lurah kepadaku..."




Saidah terpelungkup tertidur disamping kakek tua yang berbaring lemas tak berdaya dengan borok yang mengangah di bagian kaki kananya. Saidah menggerakan lehernya merubah posisi kepalanya agar tidurnya tidak tergangu dengan rasa pegal dilehernya karena hanya bersandar pada besi-besi pinggir tempat tidur.


Saidah menggerakan badanya kembali seolah tubuhnya sudah tidak kuat dengan posisi tidur yang memang tak nyaman ataukah saidah sudah cukup puas dengan tidurnya yang tak ada mimpi indah menghiasi malamnya. Matanya mulai bergerak menerima sinyal kalau matahari sudah mengeluarkan sinar cerahnya. Saidah mengerutkan matanya seiring dengan alis yang melengkung membuka mata sembabnya yang semalam tak berhenti mengeluarkan air mata.


Yang pertama ia lihat adalah bapaknya yang tertidur dengan mata yang tertutp rapat walau saidah tak yakin jelas apakan bapaknya tertidur pulas dengan rasa sakitnya. Wajah bapaknya kini bersinar cerah karena sinar matahari menyinari wajahnya yang masuk dari sela-sela bilik rumahnya. Saidah lagi-lagi meneteskan air matanya ketika melihat borok yang semakin melebar di kaki kanan bapaknya.


“Saidah harus gimana pak….” Lirih saidah menutup mulutnya karena tangisnya pecah dan tak ingin bapaknya terjaga dari tidur.


Saidah beranjak dari duduknya ia melangkah kedapur untuk memasakan bubur nasi untuk bapaknya padahal ia pun belum makan dari kemarin sore karena tak sempat, bapaknya terus menjerit kalau saidah sedetik saja tak disampingnya walau hanya ditinggal kedapur untuk mengambil nasi sepiring untuk mengisi perutnya.


Saidah jongkok didepan ember kusam memandang kosong dan tak lama matanya mulai berkaca2.


“Ya Allah enggkau telah banyak mengujiku dan aku mohon berilah aku jalan keluar dari segala ujianmu…” Air mata menetes lagi dari mata wanita yang belum cukup dewasa karena umurnya baru enambelas tahun. Saidah roboh dari jongkoknya dia terduduk lemas dengan ember kosong yang terguling dari genggamannya. Ember kosong yang biasanya terdapat persedian beras untuk mereka makan dan kali ini kosong tanpa ada sebutir beraspun.


“Saidah…. Saidah….” Suara lemas bapak tua membuat semua organ saidah kembali normal dan langsung bangun dari kekosongan yang serasa arwahnya telah pergi dari tubuhnya.


“Yah…Pak..” Jawab saidah sambil mengusap tangan keriput bapaknya.


“Bapak mau teh manis hangat…” bibir pucat bapaknya bergerak dengan suara gemetar. Saidah hanya tersenyum walau sebenarnya dia menangis dalam hati karena teh tubruk dan gula telah habis untuk buat teh semalam.


“Iya, tapi Saidah beli di warung Mba Parti dulu yah..” ucap saidah, Bapaknyapun mengangguk dan kembali memejamkan mata.


Langkah saidah gontai, otaknyapun seperti tak mampu lagi berfikir untuk mencari jalan keluar dari segala masalah yang dihadapinya. Saidah sudah berada di muka warung Mba Parti.

“Mba…. Aku mau ambil gula ama teh tubruk dan sekalian beras seliter dulu” ucap saidah sambil tertunduk karena malu sama mba parti karena utang saidah sudah terlalu banyak.


“Bapak mu belum sembuh?” Tanya mba parti sambil memasukan pesanan saidah ke kantong keresek.


“belum Mba…” ucap saidah. Mba parti memang tidak pelit seperti warung sebelah rumahnya karena tak membolehkan saidah mengutang sepeserpun.


“ Saidah si Bejo belum bayar uang SPP sekolahnya, jadi maba minta maaf kalo minggu besok kamu bisain bayar utang yah..” saidah tersentak mendengar perkataan mba parti


“ Utang mu udah cukup banyak saidah..” jatung saidah makin bedetak cepat menunggu nominal yang akan disebutkan oleh mba parti yang sudah menambahkan tulisan di buku hutang saidah.


“85 ribu, mba bukan ga kasian sama kamu, tapi kalo kamu belum-belum bayar utang kamu warung mba bisa bangkrut” Saidah hanya menggangguk lemas padahal dia tidak tau akan bisa bayar dengan apa.


“Assalamualaikum….” Suara salam serta ketukan pitu terdengar, saidah beranjak dari tempat tidur berhenti mengelap luka Bapak.


“Wa’alaikum salam.., eh Susi…” Bibir Saidah meleber, terseyum karena baru kali ini teman sekolahnya datang kerumahnya padahal dia sudah hampir dua minggu tidak masuk sekolah.


“Aku baru denger dari emak ku kalo bapak mu sakit, jadi ini alasan kamu ga masuk sekolah” tutur susi sambil menyodorkan sekantong jeruk Sunskist pada saidah.


“Iya Sus, abis bapak ga ada yang temani” jawab Saidah seadanya.


“Udah di bawa kedokter?” Tanya Susi antusias tapi saidah hanya menggeleng lemas


“Aku Cuma kasih obat warung” ucap saidah lirih


“kalo obat warung ga akan bisa nyembuhin luka kaya gini” jawab Susi tegas walaupun saidah sudah tahu dengan tindakanya


“abis mau gimana lagi aku ga ada uang kalo ke dokter” tutur saidah lemas dan tak lama suara lagu terdengar dari salah satu saku tas susi.


“Halo, iya nanti susi datang jam 7 malem..” ucap susi dengan HP yang lumayan bagus, saidah hanya memandang takjub pada susi karena koq bisa susi punya HP sebagus itu.


“Wah kamu hebat punya HP sebagus itu” ucap saidah penasaran karena yang ia tau orang tua susi hanya berjualan nasi uduk dan buruh tani


“gampang koq, kamu juga bisa kayak aku” saidah mengernyitkan dahinya mendengar kata gampang dari mulut susi.


“gimana?” Tanya saidah penasaran. Susi menarik tangan saidah mengajak menjauh dari tempat tidur bapaknya dan berbisik


“kalo kamu mau nyembuhin bapakmu dan beli HP kaya aku, kamu ikut aku kerja”

“kerja?” Tanya saidah heran

“ia! Kita mangkal di pingiran pertigaan kota”

“Astagfirrlullah” saidah tersentak lantas mengusap dada kurusnya

“ aku nda mau, kalo kerja yang begituan. Takut dosa sus…” tutur saidah ketakutan

“kamu pilih mana dosa atau nyembuhin bapakmu?” pilihan yang diberikan susi membuat saidah gamang. Teringat semua masalah ekonomi yang membelenggunya.


“yah kamu jangan seterusnya mangkal di sana, kalo bapakmu udah sembuh, ya berhenti saja” ucap Susi seolah menghalalkan pekerjaan nista itu. Saidah hanya berdiri dengan tatapan kosong walau telinganya masih berfungsi mendengar segala ucapan susi untuk merayunya datang besok sore dengan pakai sedikit seksi.


Saidah masih duduk setia menemani bapaknya sambil mengelap darah dan nanah yang tak henti keluar dari luka kaki kananya.


“maafkan saidah pak, ga bisa nyembuhin bapak. Padahal bapak sakit gini buat saidah” ucap saidah getir dan meneteskan air mata. Ia teringat perjuangan bapak mencari uang dengan mengkayuh becak untuk membiayayi sekolahnya dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan pada suatu saat bapak terkena musibah, bapak dan becaknya terguling di pinggiran sungai yang mengakibatkan luka di kaki kanannya sedangkan becaknya rusak hingga tidak lagi bisa digunakan.


Saidah memedamkan kepalanya di pinggir tempat tidur bapaknya menutupi mukanya dengan tangan kanan keriput bapaknya, saidah terus menciumi tangan bapaknya dan terus menangis. Hatinya menjerit karena ia sendirian memikul penderitannya.


Saidah menadahkan tangan memohon permintaanya dipenuhi dengan kain mukena yang menutupi seluruh tubuhnya ia berdoa sekaligus mengadu tentang kegalau hatinya, berbicara seolah tuhannya ada di dekatnya, air matanya terus menetes seiring bibirnya bergerak mencurahkan isi hatinya.


Selesai saidah puas berkomentar, memohon dan berbicara pada Zat yang tak terlihat tapi saidah mereasakan kedakatanNya.


Dia mendekati bapaknya yang masih terpejam, saidah mencium kening, muka dan tangan kanan bapaknya memohon restu apa yang ia akan lakukan.


“maafkan saidah pak,… tapi ini mungkin ini jalan bagaimana seorang anak harus berbakti pada orang tuannya” ucap saidah lirih.


Tak lama saidah sudah berada tak jauh dari pinggir pertigaan, dan tak susah mencari keberadaan Susi. Susi sudah terlihat dipingir jalan pas ditikungan yang mengarah kesuatu desa kecil. Tak lama Susi melambaikan tangan melihat kedatangan Saidah.


“Tenang aja, kalo kamu belum bisa biar nanti aku temenin, dan bilang sama Si Omnya kalo kamu hanya mau nemenin minum aja” kata susi prihatin karena melihat kepucetan Saidah. Saidah tak merespon tapi juga tak pergi meniggalkan dosa yang akan ia perbuat.


Susi sudah melambaikan tangan pada salah satu mobil sedan yang juga tidak terlalu bagus. Kaca mobil sudah terbuka susi mulai memaikan perannya, dia mulai bernegosiasi pada orang setengah tua yang ada di dalam mobil sesekali Susi dan orang yang ada di mobil melirik kearah Saidah. Saidah hanya pasrah walau hatinya menjerit ingin lari dari tanah panas ini. Kesepakatan sudah berbuah, susi mengatakan “OK” dan Si Om itu mengangguk.


“ya tuhan ampuni aku, aku hanya ingin menyelamatkan nyawa ayahku” lirih Saidah dalam hati.


Susi mulai menggiringku kedalam mobil tapi sejengkal lagi saidah masuk ke dalam mobil suara sirene polisi terdengar begitu keras kontak mengagetkan seluruh orang yang ada di sekitarku. Semuanya kocar kacir seperti terjadi tsunami, susi dan orang dalam mobilpun begitu cepat menghilang hanya saidah saja yang kebingungan setengah mati harus lari kemana dan hanya dengan hitungan menit saidah diringkus masuk ke atas mobil bak polisi.


“aku mau di bawa kemana, Pak” jerit saidah meronta-ronta karena kedua tangannya dibekam begitu keras.


“ke kantor polisi” jawab seorang yang beseragam polisi tanpa basa-basi

“tapi aku ga salah” jawab Saidah


“ kamu sampah masyarakat, harus ada di penjara” saidah tersentak mendengar pernyataan polisi. Saidah lemas dan sekali lagi dia pasrah dengan apa yang akan terjadi nanti.


Selama satu hari saidah berada di dalam terlaris besi, ia diizinkan kembali merasakan sinar matahari dan menghirup udara segar ketika pak lurah menjemputnya dan mengeluarkanya dari kantor polisi.


Saidah hanya melangkah ragu menuju rumahnya, penuh pertanyaan dalam hatinya Karena kenapa harus pak lurah yang menjemputnya dan kenapa pak lurah terus berkata kamu harus sabar menerima semua ini, kamu harus tegar dan bapak janji semua pendidikan sekolahmu bapak akan biayayi. Sebaikah itu kah pak lurah kepadaku? Apa ini jawaban Allah dari semua masalahku? Dan Ia masih sayang denganku karena tidak menyetuh dosa besar itu? Saidah terus berbicara dalam hatinya sampai ujung gang rumahnya. Matanya terbelalak ketika melihat bendera kuning berkibar di salah satu tiang rumahnya.


“Bapak….” Saidah berlari walau langkahnya gontai, ia menjerit tak terima kalo yang ia sayangi meninggalkanya. Sekali lagi ia bertanya pada hatinya pada Zat yang selalu di dekatnya. Apa ini jawabanya? Apa ini jalan keluarnya?


Saidah menangis dan memeluk bapaknya di bisikannya ke telinga bapaknya “Inna Lillahi wainna illahi rojiun” ia mengucapkan takbir dan selawat nabi di telinga bapaknya walau terkdang ucapan saidah tersendak karena tangisnya.

Jumat, 02 Mei 2008

Nasib Tragis

by Mas Ezra

"..Tentu telah banyak kerinduan yang menumpuk di antara kami yang siap di tumpahkan, banyak kata-kata yang siap untuk di bicarakan, telah di persiapkan berbagai cerita yang seru, heboh, lucu dan mungkin menggemaskan, ataupun ada juga yang tidak sengaja akan membuat cemburu..."

Tepatnya Januari lalu, Saya memutuskan menghabiskan liburan natal dan tahun baru di kampung halaman yang berada di sebuah kota kecil di Jawa Tengah. Indah memang, itung-itung bisa refreshing di luar kota. Walau pun luar kota pilihan saya yang saya maksud adalah sebuah kampung halaman sendiri yang tentunya dengan segenap kesederhanaannya, termasuk fasilitas yang apa adanya pula. Mungkin tidak seperti orang liburan pada umumnya yang biasanya memilih sebuah Villa megah sebagai pilihan tempat persinggahan bersama keluarga atau pasangan tercintanya, meskipun tujuan liburan saya selain silaturahmi kepada orang tua sendiri adalah bertemu sang pacar tercinta.

"Begitu indah"...kata yang paling cocok di pilih untuk mengomentarinya. Jika hari-hari yang kita lewati selama liburan lebih banyak di habiskan bersama sang kekasih hati. Apalagi jika ke dua pasangan yang saling mencintai itu merupakan pasangan yang jarang sekali bertemu. Seperti yang saya alami contohnya, saya dan
kekasih saya ini sangat jarang sekali bertemu bahkan sejak pertemuan terkahir 2 tahun lalu, baru di liburan yang ke 2 ini di akhir tahun yang sama baru dapat terealisasi dengan sebuah pertemuan yang dinanti-nanti.

Sebuah pertemuan yang bisa menghasilkan cerita. Tentu telah banyak kerinduan yang menumpuk di antara kami yang siap di tumpahkan, banyak kata-kata yang siap untuk di bicarakan, telah di persiapkan berbagai cerita yang seru, heboh, lucu dan mungkin menggemaskan, ataupun ada juga yang tidak sengaja akan membuat cemburu.

Apalagi jika cerita itu mulai menyinggung, pembicaraan pengalaman masa lalu dengan mantan pacar yang di sampaikan dengan nada yang penuh semangat 45, berikut detil-detil keromantisan yang tidak kalah seru dengan yang sekarang sedang di alami. Jelas secara sadar atau tidak sadar, direncana atau tidak direncana, keceplosan atau apapun itu namanya bisa membawa kita kepada perasaan CEMBURU yang akan memicu sebuah pertengkaran.

Bisa saja pertengkaran besar, pertengkaran yang kecil, raut muka yang mendadak pusat pasi, senyum yang begetar, tawa yang mendadak berhenti, nafas yang di telan dalam, jantung yang tiba-tiba berdetak, atau bisa jadi cukup serta merta memasang aksi cemberut , melepas pelukan yang tadinya erat dan menangis tersedu pertanda sebuah kemarahan, dongkol atau kecewa di mulai.

Semua itu tergantung dengan pembawaan diri, sehingga kita dapat menetukan marah yang seperti apa yang akan kita tunjukan ketika peristiwa seperti itu kebetulan menemui kita. Kalau pada kasus saya sudah jelas, saya pilih yang No. 1. Karena, jika tombol merah yang ada pada diri saya kembali di pencet, kontan kemarahan itu akan timbul dengan sendirinya.

Masalah tombol merah ini, saya kutip dari pembicara seorang Motivator terkenal di negara ini, yang topik-topik dari pembicaraannya itu sering saya dengar di sebuah radio kesangan. Menurutnya, dalam diri setiap orang bisanya ada hal-hal yang bisa sengaja atau tidak sengaja di singgung akan membuat dirinya menjadi marah.Ibarat tombol merah itu tadi, jika di sentuh dan di tekan maka lampunya kan menyala. Entah menyala terang ataupun redup kembali kepada duduk permasalahannya, jika orang lain berbicara tanpa usur kesengajaan bisa jadi di maafkan, tetapi jika memang di sengaja untuk membuat marah bisa menimbulkan perselisihan.

Pembaca yang budiman, tampaknya prinsip-prinsip yang di berikan di atas, tidak berlaku bagi saya. Masalahnya, sengaja atau tidak, direncana atau tidak. Jika sampai hal itu di lakukan pasti akan membuat saya marah atau murka, jika memang kemarahan itu sampai meledak-ledak tentunya. Satu hal yang mungkin masih bisa di toleransi buat orang lain tapi tidak bagi saya yaitu masalah "Berbohong".

Perihal berbohong, atau merasa di bohongi sempat beberapa kali terjadi sepanjang saya melewati liburan panjang bersama sang kekasih itu. Malah salah satu dari beberapa pertengkaran itu sempat membuat HandPhone butut kesayangan saya bernasib tragis, gara-gara di banting berkali-kali sampai akhirnya remuk tak berbentuk. Awalnya gampang, hanya gara-gara secara tak sengaja telah di temukan sebuah keping VCD dokumentasi pribadi pacar saya itu yang masih dia simpan. Padahal dia sendiri pernah meyakinkan, bahwa keping VCD yang saya maksudkan itu sudah dia buang dan sudah tidak di simpannya lagi.

"Betul! memang jika Hp saya itu jelek rupanya, benar! jika harga hp saya itu tidak seberapa, tidak salah! jika HP kesangan saya itu sudah kehilangan banyak penggemar lantaran desain maupun tipenya. Karena hanya sebuah HP Nokia 5110 yang sudah ketinggalan jaman".

Tapi uniknya, dengan remuknya hp kesayangan saya itu sempat membuat ada perasaan "ngungun" (jw sayang, sesal)dalam diri saya. Perasaan itu timbul tidak lebih karena semata-mata hp tersebut ada nilai history-nya ketimbang harga dan modelnya yang unik.

Memang beberapa tahun terakhir Hp itu telah menjadi teman setia. Saat saya masih mengaggur, selama saya bekerja sampai saya kembali menganggur hp itu tetap bersama saya. Setia menemani saya dalam setiap kondisi dan situasi. Sempat saya di lempari sebuah senyum dari seorang Pengusaha sukses dan seorang Pejabat, karena saya dengan cueknya mengangkat telepon yang berdering ketika tengah melalukan wawancara. Hp itu juga telah menjadi perantara saya menjalin ikatan persahabatan dengan sahabat-sahabat saya, baik teman kuliah, teman nongkrong atau teman sepenilitian dan hobi yang sama di dunia silat.
Otomatis dengan hancurnya Hp legendaris itu, membuat saya kehilangan banyak nomer penting, termasuk teman, sahabat, atau beberapa kenalan di luar negeri meski ada beberapa diantaranya cuma di kenal lewat dunia Chatting.

"Aneh tapi nyata...tapi itulah yang saya alami. Gara-gara sebuah kebohongan yang sepele saya jadi murka, hanya gara-gara tidak sengaja menemukan bukti yang tak penting, hp kesayangan saya yang tak berdosa itu telah menjadi korban kemarahan saya".

Memang saya kadang bersikap demokratis, saya dan pacar saya punya sebuah pasal, bahwa perbedaan pendapat atau argumentasi itu boleh dan tidak di larang selama tujuanya itu dalam proses menemukan sebuah solusi dari permasalahan yang sedang di hadapi. Dan sebaliknya jika solusi itu sudah di temukan maka kita harus berani saling memaafkan serta legowo (jw, ikhlas).
Meskipun begitu, seharusnya saya berani memberikan sebuah pengakuan yang logis mengingat secara garis besarnya saya masih menjadi salah satu orang yang "EGOIS".

Salam Sejahtera!
Jakarta,20 Apri 2008 - 11.13 am